Pengalaman sex saya biasa saja. Sebelum menikah dengan suamiku Satya, aku pernah melakukan hubungan sex
dengan pacar pertamaku. Karena aku seorang perawat RS, maka aku
mempunyai pengalaman melihat dan memegang berbagai macam kemaluan
lelaki, sebab saat aku memandikan pasien, maka mau tak mau dan suka tak
suka aku membersihkannya. Dan kuakui sebenarnya aku mempunyai libido
yang di atas rata rata, sebab kalau aku memandikan pasien, sering aku
jadi terangsang sendiri.
Setelah menikah aku hanya berhubungan
dengan Satya, namun kuakui, aku pernah melakukan beberapa kali bercumbu
sampai dengan oral sex dengan 2 orang dokter yang baik dan kami saling
bersimpati. Ada keinginan untuk sampai dengan hubungan sex
sesungguhnya tapi sungguh aku dan kedua dokter itu hanya sampai dengan
oral saja. Dengan oral kami sama-sama mencapai orgasme walaupun bukan
orgasme genital, tapi cukup memberikan kepuasan bagi kami masing
masing.
Keadaan berubah, saat aku bertugas di VIP dan
mendapatkan seorang pasien yang sangat simpatik, walaupun sebenarnya
awalnya aku kurang suka karena dia adalah seorang pria hitam asal
Nigeria yang mondar mandir antara Jakarta dan Lagos. Orangnya pendiam
tidak banyak bicara, mungkin karena banyak menahan sakitnya. Tubuhnya
timggi besar, kulitnya hitam, tapi kelihatan terawat tubuhnya. Dia
dirawat disebabkan terserang sakit radang usus yang cukup akut,
sehingga selama lebih dari 2 minggu tidak diperkenankan dokter untuk
turun dari bed dan dua minggu berikutnya setelah dioperasi baru
dinyatakan sembuh total.
Selama 5 minggu lebih, hampir
sepenuhnya aku yang merawat. Aku ditunjuk oleh dokter kepala untuk
merawatnya karena dari semua perawat senior hanya aku yang mampu
berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Aku dibebaskan dari tugas-tugas
lain dan berkonsentrasi sepenuhnya pada pasien VIP ini.
Pada
awalnya tidak ada yang aneh, hubungan kami hanya sebatas antara perawat
dan pasien. Pasien yang bernama Siof ini hanya bisa berkomunikasi
dengan bahasa Inggris dengan dialek Afrika. Pada awalnya agak sulit
juga aku menangkap maksudnya.
Singkat cerita aku merawatnya
dengan tulus sebagai perawat. Selama minggu pertama tugasku tidak
begitu banyak, hanya mencek selang infus, mengamati suhu tubuhnya,
denyut dan tekanan jantungnya serta menyibin dengan pispot untuk buang
air. Pada minggu kedua selang mulai dilepas, tugasku bertambah
menyuapinya bubur sumsum cair dan membersihkan tubuhnya dengan
memandikannya. Dia mulai agak banyak berbicara, bercerita tentang
negerinya, bisnisnya dan keluarganya. Ternyata dia mempunyai seorang
anak dan seorang istri. Dia pun menanyakan tentang aku. Tingkah lakunya
benar benar kalem dan sopan, tidak seperti yang aku bayangkan
sebelumnya bahwa orang Negro bertemperamen keras atau urakan.
Kejadian diawali ketika aku jaga malam saat Siof sudah dalam masa
penyembuhan setelah operasi pemotongan usus. Aku diminta datang lebih
awal seperti biasa untuk memandikan si Negro itu. Tidak seperti
biasanya, kali ini penisnya sedikit ereksi saat aku bersihkan.
Sebenarnya sudah terlalu sering aku melihat berbagai penis, tapi yang
hitam legam baru kali ini. Apalagi ukurannya, saat tidak ereksi saja
besarnya sudah melebihi punya Satya, malah sedikit lebih panjang. Saat
aku perhatikan wajah Siof, dia tenang saja, tapi matanya terpejam
seperti menikmati saat penisnya aku bersihkan.
“Thank’s a lot Rin” katanya berterima kasih setelah selesai.
Dan aku cuma tersenyum, senang karena pekerjaanku dihargai. Malamnya
setelah tugasku menyuapinya makan malam dan tugas lain selesai, seperti
biasa aku menemaninya kalau sedang tidak ingin menonton TV. Saat aku
masuk ke kamarnya, Siof sedang membaca pocket book. Buku itu langsung
diletakkan sambil tersenyum, dan seperti biasa aku duduk di sofa, tapi
kali itu Siof meminta aku duduk di kursi sebelahnya. Aku pindah dan
kutanyakan keadaannya seperti biasa. (Percakapan kami untuk seterusnya
langsung aku terjemahkan dalam bahasa Indonesia).
“Saya merasa
segar, tapi kadang-kadang masih sakit”. ujarnya sambil berusaha
mendekatkan tubuhnya ke arahku, tapi aku larang untuk bergerak.
Akhirnya kami mengobrol kesana kemari dan dia bertanya, mengapa aku
baik sekali terhadapnya, sebab kalau di negaranya perawat tidak sebaik
aku, menurutnya. Tentu saja itu adalah tugasku sebagai perawat, karena
dengan merawatnya sebaik mungkin, pasien akan lebih tenang dan
diharapkan akan cepat pulih.
“Terima kasih, kamu telah membuat aku cepat sembuh” katanya tanpa ekspresi.
“Bukan aku, tapi obat dan semangatmu yang membuat kamu cepat baik” sahutku.
“Setelah aku sembuh nanti, bisa kita berteman?”.
“Apa mau kamu, orang kaya berteman dengan seorang perawat?”. Kulihat dia terkejut dengan ucapanku yang sekenanya.
“Berteman tidak ada kata kaya atau miskin, atau dibatasi dengan suku
atau bangsa” katanya lirih, sambil meraih tanganku. Kubiarkan tanganku
dielus tangan besar dan hitam itu. Kontras sekali kulihat dengan
tanganku yang termasuk putih.
“Boleh aku cium tangan yang telah
merawatku selama ini?”. Siof melirikku meminta persetujuan. Kubalas
senyumannya dan mengangguk. Siof tersenyum dan mencium tanganku sambil
memejamkan matanya.
Seterusnya kami teruskan mengobrol dan
tanganku terus dibelainya. Jam 10.00 malam, kuanjurkan Siof tidur, dan
dia mengerti. Tapi aku terkejut saat aku berdiri, ditariknya tanganku
dan menarik wajahku. Aku terkejut dan jantungku serasa copot, tapi
ternyata Siof tidak mengarah mencium bibirku, Siof mencium keningku
sambil mengatakan terima kasih dan selamat malam. Kuucapkan selamat
malam juga dan kubalas kutepuk-tepuk pipinya.
Dua hari setelah
itu, ketika aku memandikan Siof pagi-pagi, saat aku masuk kamarnya
ternyata Siof masih teridur. Sambil mempersiapkan peralatan mandinya,
dia terbangun sambil mengucapkan selamat pagi. Dia bertanya, mengapa
tadi malam tidak datang? Aku minta maaf, karena harus membuat laporan
para pasien.
Seperti biasa kami mengobrol sambil aku memandikan
raksasa ini. Tapi aku kembali terkejut, ternyata kali ini ******nya
dapat ereksi penuh. Aku tercengang dengan ukurannya, dan saat aku
bersihkan lipatan di ‘kepala’ (Siof tak disunat), terasa semakin keras,
rupanya Siof menikmatinya. Kuperhatikan nafasnya semakin memburu karena
terangsang, dan lirih kudengar tarikan panjang nafasnya sambil
mendesah.
Setelah selesai dan aku akan keluar ruangan, diraih
dan diciumnya tanganku serta sekali lagi aku ditarik dan kali ini
selain keningku, pipiku juga diciumnya. Aku tersenyum dan kubalas
ciuman di pipinya.
Setelah kejadian itu kami semakin dekat
rasanya. Hari berikutnya sama seperti sebelumnya, tapi pada hari ketiga
setelah kejadian itu, aku sengaja membawa penggaris, aku ingin
mengukur panjangnya, penasaran rasanya. Penggaris aku siapkan dan aku
masukkan pada buku status pasien.
Seperti biasa, pagi pagi jam
5.00 aku siap memandikan Siof. Dan kali ini dia sudah bangun dan sudah
semakin sehat. Kembali saat aku bersihkan di balik kulit kepala ******
yang tidak disunat itu, terasa semakin keras, sengaja aku kocok
perlahan supaya lebih maksimal. Dan saat saat dia memejamkan matanya,
diam-diam aku ambil penggaris yang sudah aku siapkan. Tapi rupanya Siof
memperhatikan tingkahku, dia tersenyum lebar hingga aku sedikit malu
dibuatnya.
“Berapa senti Rin..?” katanya masih tersenyum.
“23 senti” jawabku malu, aku benar benar malu.
Sambil meletakkan penggaris, tangan kananku tanpa sadar terus mengocok
pelan-pelan, dan diremasnya lenganku sambil berdesis-desis
menikmatinya. Ada rasa kasihan juga, setelah kurangsang ternyata dia
terangsang berat. Maka tanpa pikir panjang, aku teruskan membelai dan
mengocok dengan busa sabun yang semakin banyak. Dan hanya dalam
beberapa detik, lenganku dicengkeram kuat dan menyemburlah sperma Siof
sambil berdesis tertahan panjang menahan kenikmatan.
Banyak
dan sangat kental sperma yang keluar. Melihat pemandangan itu aku jadi
horny juga rasanya, dan aku merasakan celanaku basah. Cepat-cepat aku
bersihkan semua, karena aku takut ada orang masuk ke kamar ini. Sebelum
aku keluar, Siof sempat mengucapkan terima kasih.
“Terima
kasih Rin, kamu baik sekali” ujarnya sambil membelai-belai tanganku.
Aku balas dengan anggukan dan senyuman. Diraihnya wajahku dan diciumnya
pipiku dan kali ini bibirku dikecupnya, walaupun hanya ujung bibirku
dan hanya sesaat.
Sempat dua kali lagi aku mengeluarkan pejunya
sebelum akhirnya dia sudah dapat mandi sendiri. Namun kejadian
berikutnya adalah dua hari sebelum Siof keluar rumah sakit.
Pada malam itu seperti biasa dan saat itu tidak banyak laporan yang
kubuat saat aku jaga malam dan aku menemaninya sebelum tidur. Saat aku
masuk kamarnya dia membaca buku di sofa panjang. Kami mengobrol banyak,
tentang waktu dia kuliah di Inggris, tentang anaknya dan akhirnya
obrolan sampai di momen saat aku mengeluarkan spermanya. Aku katakan
bahwa aku kasihan dengannya saat terangsang berat saat itu dan sekali
lagi dia mengucapkan terima kasih.
Setelah waktunya tidur, aku
bimbing dia untuk ke tempat tidur. Namun dia tidak langsung ke tempat
tidur, tapi malah hanya pindah duduk di sofa tunggal. Aku berdiri
dihadapannya. Siof menengadah memandangku sayu. Dengan nada bergetar,
dia memintaku untuk mencium, sambil menunjuk kemaluanku. Aku bingung
untuk menolaknya, takut tersinggung, kalap dan marah. Belum aku
menjawabnya, tangannya sudah menyusup ke dalam bajuku mengusap paha
luarku. Dan makin ke atas akhirnya menurunkan CDku. Tersentak aku, tapi
aku tanpa berpikir panjang malah membuka kancing baju seragamku bagian
bawah, aku pikir dia hanya akan mencium sesaat saja.
Terlepaslah CDku dan disibakkannya bajuku. Aku terdiam mematung. Tapi
aku pasrah saja dan saat bibir kemaluanku tersentuh, semakin bergetar
tubuhku. Akhirnya aku malah merapatkan kemaluanku ke bibir Siof dan
kuangkat satu kakiku di sandaran tangan sofa. Dan tanpa sadar aku mulai
menggoyangkan pinggulku, supaya Siof lebih leluasa menciumi nonokku
dan akhirnya aku pun malah dapat menikmati.
Semakin kuat
kurasakan lidahnya menari dan menjelajahi seluruh lekuk nonokku. Aku
merasakan cairan epirtelku semakin deras seiring dengan rangsangan yang
semakin kuat, semakin nikmat lidah yang sesekali menyelinap ke dalam.
Kuelus elus kepala Siof dan akhirnya tubuhku mengejang dan kurapatkan
kepala Siof. Dan rupanya Siof tanggap bahwa aku akan mencapai puncak.
Orgasm. Maka dihisapnya klit-ku kuat-kuat serta ujung lidahnya cepat
sekali menggelitik itilku. Nikmat sekali rasanya.
“Uuhh.” lenguhanku tertahan. Kurapatkan kakiku dengan tubuh mengejang.
Setelah Siof selesai mencumbu nonokku, aku lemas dan kurebahkan tubuhku
sesaat di bed pasien. Aku minta supaya ******nya jangan dimasukkan,
Siof memaklumi dan seluruh sisa cairan lendir birahi yang masih ada di
sekitar nonokku dibersihkan dengan lidahnya. Oh enak sekali. Namun aku
buru buru mengancingkan baju dan CD-ku kukantongi lalu aku segera
meninggalkan ruangan inap Siof dengan lari-lari kecil.Esoknya aku sulit
melupakan peristiwa tersebut, tapi nikmat juga untuk dikenang. Paginya
seperti biasa aku kontrol. Dan dia sudah kelihatan segar, walaupun
tubuhnya masih agak lemah. Terus terang aku ada keinginan dalam hatiku
untuk menikmati barang besar dan panjang tersebut. Tapi tidak tahu
bagaimana mesti memulainya, malu juga untuk memulai.
Senin, 30 September 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar